Friday, December 10, 2010

Beton Daur Ulang

Beton merupakan bahan yang sangat penting dan banyak digunakan dalam dunia kontruksi. Banyaknya jumlah penggunaan beton dalam kontruksi mengakibatkan peningkatan kebutuhan material beton, sehingga memicu penambangan batuan sebagai salah satu bahan pembentuk beton secara besar-besaran. Hal ini menyebabkan turunnya jumlah sumber alam yang tersedia untuk keperluan pembetonan (Suharwanto, 2005). Keterbatasan kemampuan alam dalam menyediakan material pembentuk beton merupakan sebuah persoalan yang penting. Disisi lain ada beberapa bangunan tua yang terpaksa dibongkar karena bangunan tersebut perlu diperbaharui, mengalami kerusakan, atau tidak layak lagi dihuni.

Pembuangan limbah tersebut memerlukan biaya dan tempat pembuangan. Pembuangan limbah padat seperti ini pada dasarnya dapat mengurangi kesuburan tanah. Disamping itu, pada saat ini beton siap pakai (ready mix) sedang marak digunakan untuk pembuatan kontruksi bangunan, namun pada penerapannya sering terjadi kelebihan supply dan sisanya terkadang dibuang di sembarang tempat, sehingga dapat mengurangi kesuburan tanah dan merusak keseimbangan ekosistem (Suhawanto, 2005)

Permasalahan kerusakan alam yang diakibatkan oleh penambangan batuan yang berlebihan dan pembuangan limbah beton tersebut mendorong peneliti untuk memanfaatkan atau mendaur ulang limbah beton yang dihasilkan dari suatu aktifitas pembongkaran atau pengadaan kontruksi sebagai agregat alternatif yang dapat menggantikan sebagian atau seluruh agregat alam di dalam campuran beton.

Beton Daur Ulang (BDU) merupakan campuran yang diperoleh dari proses ulang material yang sebelumnya (Mayasari, 2006). Beberapa perbedaan kualitas, sifat-sifat fisik dan kimia agregat daur ulang, menyebabkan perbedaan sifat-sifat (properties) material beton yang dihasilkan, seperti menurunnya kuat tekan, kuat tarik, dan modulus elastisitasnya. Selain itu juga diamati perbedaan kemiringan kurva hubungan tegangan-regangan uniaksial dan multiaksial, yang menjadi landai pada saat sebelum beban puncak dan menjadi curam setelah beban puncak. Disamping itu, hubungan tegangan-regangan puncak multiaksial juga menjadi menurun. Perbedaan sifat-sifat material beton agregat daur ulang tersebut mengakibatkan beberapa perbedaan persamaan yang menggambarkan hubungan antara kuat tarik dan kuat tekan, modulus elastisitas dan kuat tekan, dan model konstitutif tegangan-regangan beton uniaksial, tegangan-regangan puncak multiaksial. Beberapa persamaan dan model konstitutif telah diperoleh dari hasil studi eksperimental untuk menggambarkan perbedaan sifat-sifat dan perilaku mekanik beton agregat daur ulang (Suharwanto, 2005).

Berdasarkan sifat-sifat yang dimiliki dari hasil penelitian didapatkan bahwa beton daur ulang (BDU) dengan agregat bekas pakai dapat digunakan sebagai beton struktural dengan kekuatan relatif sama dengan beton normal (BN) dimana kuat tekan yang dimiliki dapat mencapai 380 Kg/cm2 atau sekitar 98% dibanding beton normal, pada faktor air semen 0,4 dan dapat mencapai 350 kg/cm2 atau sekitar 92% dibanding beton normal pada faktor air semen 0,5 (Lasino, 1999)

Beton dengan agregat bekas pakai memiliki kekuatan lentur dan tarik lebih tinggi dibandingkan dengan beton normal, dan hal ini sangat menguntungkan apabila digunakan dalam struktur perkerasan kaku/lapisan perkerasan jalan dan lapangan terbang dimana sifat tersebut sebagai dasar dalam perencanaannya (Lasino, 1999).

Penelitian agregat daur ulang untuk pembuatan beton secara massal telah dilakukan oleh Rosidawani (2005). Salah satu sifat yang membedakan beton massal dengan jenis beton lainnya adalah perilaku panas yang terjadi. Akibat reaksi semen dan air yang merupakan reaksi eksotermik. Kenaikan panas hidrasi pada dimensi beton massal yang besar yang menyebabkan panas yang terjadi tidak dapat disipasi, menjadi cukup besar. Volume beton dengan dimensi yang cukup besar ini memerlukan pengontrolan agar dapat menanggulangi perkembangan panas hidrasi dan perubahan volume beton untuk meminimalisir keretakan yang terjadi. Berdasarkan acuan ini dan dari persamaan matematis yang diperoleh, didapat volume minimal beton massal yang harus mendapatkan perawatan dan kontrol pada umur-umur awal untuk menghindari pengaruh panas hidrasi terhadap keretakan beton (Rosidawani, 2005).

Penggunaan Beton Daur Ulang (BDU) untuk pelat telah diteliti oleh Amri (2005). Hasil penelitian Afmi menunjukkan bahwa secara umum sifat mekanis beton agregat daur ulang lebih jelek dibanding beton yang terbuat dari agregat alam, terutama dalam menahan beban tarik. Fachruddin (2005) menggunakan agregat limbah padat (agregat sisa kebakaran dan sisa ready mix) untuk meneliti pengaruh agregat ini terhadap perilaku Balok T. Penelitian ini dilakukan secara eksperimental terhadap perilaku Balok T terhadap beton agregat alami dan agregat daur ulang. Enam benda uji balok beton bertulang yakni dua beton agregat alami, dua beton agregat sisa kebakaran dan dua beton agregat sisa ready mix masing-masing dengan mutu 25 dan 50 MPa dilihat perilaku lentur dan gesernya terhadap akibat pembebanan statik (monotonic loading). Pembebanan yang dilakukan terhadap balok benda uji adalah beban terpusat statik monoton dengan kontrol beban.

Perkembangan mengenai teknologi beton telah mengalami kemajuan pesat dengan memanfaatkan abu terbang yang dikombinasikan dengan High Performance Superplasticizer sehingga mampu membuat beton di lapangan dengan mutu tinggi. Atas dasar kinerjanya maka beton tersebut lebih dikenal sebagai Beton Kinerja Tinggi (High Performance Concrete), dengan memanfaatkan beton bekas secara keseluruhan (100% agregat kasar berasal dari beton bekas).

Agregat Daur Ulang

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan agregat beton bekas adalah memerlukan air bebas pada adukan yang lebih tinggi karena sifat penyerapan air yang lebih besar, waktu pemadatan yang lebih lama karena plastisitasnya lebih rendah dan sifat permukaan agregat lebih kasar (Lasino, 1999).

Berdasarkan hasil studi eksperimental, agregat daur ulang mengandung mortar sebesar 25 hingga 45 % untuk agregat kasar, dan 70 hingga 100% untuk agregat halus. Di samping itu, pada agregat daur ulang juga terdapat retak mikro, dimana retak tersebut dapat ditimbulkan oleh tumbukan mesin pemecah batu (stone crusher) pada saat proses produksi agregat daur ulang yang tidak dapat membelah daerah lempengan atau patahan pada agregat alam. Selain itu, hasil dari pengujian eksperimental dengan sinar X (X-ray) terdapat perbedaan kandungan unsur-unsur kimia di dalam agregat daur ulang, yaitu unsur silika (Si) dan kalsium (Ca). Hal ini dikarenakan agregat daur ulang sebelumnya merupakan beton yang telah mengalami reaksi hidrasi, dimana unsur Si dan Ca yang terdapat pada agregat daur ulang diperoleh dari senyawa kalsium silika hidrat (C-S-H), ettringite (C-A-S-H), dan Ca(OH)2 pada pasta semen yang masih menempel pada agregat alam. Oleh karena itu, unsur Ca pada agregat daur ulang lebih banyak dari pada unsur Si.

Beberapa perbedaan kualitas, sifat-sifat fisik dan kimia agregat daur ulang tersebut menyebabkan perbedaan sifat-sifat (properties) material beton yang dihasilkan. Perbedaan sifat-sifat dan perilaku mekanik material beton agregat daur ulang juga berpengaruh pada kinerja dan perilaku mekanik elemen struktur yang dibentuknya, diantaranya adalah kemampuan deformabilitas, nilai daktilitas, nilai kekakuan, dan pola retak. Deformabilitas elemen struktur beton agregat daur ulang menjadi lebih besar pada saat beban yang sama, nilai daktilitas dan kekakuan menjadi kecil, dan pola retak menjadi lebih banyak hingga ke daerah momen dan geser (antara perletakan dan titik beban), bila dibandingkan dengan kinerja dan perilaku beton agregat alam (Suharwanto, 2005).

Hasil penelitian Sakkung (1999) memperlihatkan bahwa material hasil proses penyaringan memiliki sifat fisik yang serupa dengan sebelum proses penyaringan, sehingga secara teknis material hasil daur ulang dapat digunakan. Hendri (1999) meneliti karakterisrik agregat halus daur ulang dan menghasilkan data agregat halus yang dibuat dengan beton daur ulang mempunyai penyerapan air sebesar 8.6% terhadap berat agregat sedangkan pasir alam hanya 2.8%. Hal ini sangat berpengaruh terhadap kadar aspal efektif dari campuran, kadar aspal yang diserap terhadap berat agregat adalah 3,1% untuk campuran dari beton daur ulang, dan 1,2% untuk campuran dari pasir alam.

Dari berbagai Referensi.

No comments:

Post a Comment


Get your own Digital Clock